Surganya Ciherang dan Pesan Darinya
Rabu, 27 Desember 2017
1 Comment
Saat libur panjang seperti ini adalah saat yang tepat untuk berlibur dengan tujuan melepaskan penat dari kegiatan rutin setiap harinya. Biasanya kita berlibur mengunjungi tempat wisata yang berbeda dari tempat tinggal kita. Kalau tinggal di wilayah Jakarta atau Tangerang seperti saya, maka yang dirindukan adalah suasana sejuk dengan hamparan pemandangan yang berwarna hijau. Sedangkan yang tinggal di daerah Bogor atau Bandung misalnya, maka yang diinginkan adalah berlibur ke tempat wisata seperti pantai.
Saat itu saya masih menjadi karyawan swasta di salah satu pabrik yang memproduksi kopi. Saya bekerja di bagian membuka kemasan yang dinyatakan tidak layak untuk dijual yang tak lain merupakan produk BS. Setiap harinya saya menggunting kemasan tersebut, bungkus demi bungkusnya. Terkadang sesekali saya menjadi packer yang mana mesti menghadapi mesin produksi. Namanya juga bekerja, ya harus dinikmati. Rasa jenuh sesekali menghampiri saya sebagai seorang buruh pabrik, rasanya saat libur tiba ingin merasakan hal yang berbeda dari rutinitas. Hingga pada akhirnya saat libur pun segera tiba, saya bersama teman saya memutuskan untuk berwisata ke Curug Ciherang. Bermodalkan informasi hasil searching dari google mengenai tempat wisata tersebut, saya dan teman saya menguatkan tekad untuk berangkat ke sana.
Tepatnya bulan Februari 2017 lalu, saya bersama teman berangkat ke Curug Ciherang yang beralamatkan di Sirnajaya, Sukamakmur, Wargajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16830. Untuk kali pertamanya saya ngetrip ke Bogor naik sepeda motor. Berhubung saya tidak bisa mengendarai motor, maka teman saya lah yang akan mengendarai motor selama perjalanan pulang dan pergi.
Setelah kami melakukan pemilihan hak suara untuk Gubernur Banten (Karena tanggal merah kali ini dalam rangka sedang adanya pemilihan hak suara), kami pun berangkat dengan berkendara sepeda motor. Tidak banyak bekal yang saya bawa dari rumah bahkan baju ganti pun saya tidak bawa. Yang selalu saya bawa saat berpergian adalah air minum botol dari rumah, selebihnya saya pikir cukup beli di jalan saja.
Kami mulai menyusuri jalan dengan bersepeda motor dimulai dari Tangerang tempat kami tinggal, dengan menggunakan jaket, celana levis, serta sepatu bertali untuk menjaga keamanan kaki kami. Setibanya di daerah Serpong, kami mengisi bensin terlebih dahulu untuk bekal perjalanan bersepeda motor. Selang beberapa kilo meter dari tempat pengisian bensin, kami mampir ke toko untuk membeli bekal makanan selama perjalanan dan di tempat lokasi. Tapi kok malah bablas, kebanyakan beli makanannya yang membuat tas kami menjadi semakin berat.
Setelah itu, kami memasang GPS sebagai peta utama untuk melanjutkan perjalanan. Jujur, kami hanya bermodalkan GPS yang berarti belum tahu benar jalan yang akan kami telusuri. Daerah demi daerah kami lewati, sesekali juga kami bertanya kepada warga sekitar untuk memastikan kebenaran GPS. Cuaca saat itu diluar dugaan kami, gerimis kecil turun saat kami sedang berkendara, namun kami tetap melanjutkan perjalanan.
Entah kenapa saat ada rumah makan, kami berhenti seolah disuruh makan terlebih dahulu, namun firasat itu kami abaikan dan tetap melanjutkan perjalanan sambil merekam video selama perjalanan. Hingga saat di pertengahan jalan, kami melihat pemandangan hijau yang sangat menyejukkan, dan di sana kami berhenti untuk mengambil foto seperti di bawah ini.
Keadaan Jalan Menuju Curug Ciherang
Setelah itu kami pun melanjutkan perjalanan kembali, ternyata jalan menuju Curug Ciherang sangat membutuhkan energi yang lebih. Jalan tidak seluruhnya mulus-mulus saja, masih terdapat jalan yang berlubang dan berbatuan dan jalan yang berlika-liku menanjak lalu turun, yang mengharuskan kami untuk lebih berhati-hati dalam berkendara apalagi menggunakan sepeda motor. Ditambah lagi cuaca saat itu sedang mendung dan hujan yang membuat jalanan menjadi licin. Suasana di jalan tampak sepi, entah karena sedang hujan atau memang daerah menuju Curug Ciherang sepi penduduk.
Kejadian diluar dugaan terjadi pada kami di tengah perjalanan, kami terjatuh dari motor ke arah kanan motor saat melewati jalan menanjak dan berbelok yang terdapat berbatuan. Kami shock saat itu. Ada seorang ibu dan anaknya yang melintas di jalan itu melihat kami terjatuh, lalu membantu kami untuk bangun. Dengkul sebelah kanan saya terluka lumayan besar, dan jari tangan sebelah kanan saya lecet karena gesekan aspal, namun saya masih bisa menahan rasa sakit itu. Sedangkan teman saya terjadi luka dalam yang mengakibatkan memar pada bagian kaki. Saya dan teman saya down saat ibu yang menolong kami menyuruh untuk pulang saja, karena lumayan jauh untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Ciherang mesti melewati beberapa desa lagi. Saat itu saya dan teman saya hanya bisa diam dan ibu yang menolong kami pergi meninggalkan kami. Saya kesakitan memegang lutut yang terluka, hingga pada akhirnya ada seorang Ibu dan Bapak bersepeda motor yang sedang melintasi kami dan terketuk hatinya untuk berhenti dan menghampiri kami. Ibu itu bertanya "Kenapa neng?" kami menjawab "Habis jatuh buk" Ibu itu terkejut melihat luka di lutut saya, dan menyuruh kami untuk mengobati luka di warung makan dekat tempat kami terjatuh. Sesampainya di warung makan, ibu itu meminta air hangat untuk membersihkan luka saya dan teman saya. Setelah luka saya dibersihkan oleh Ibu, sang Bapak memberi kapas beserta betadine ke lutut kanan saya. Tidak hanya itu, seusainya kami diobati oleh ibu dan Pak Tatang yang merupakan nama sang Bapak, mereka membelikan kami makanan dan teh hangat di warung makan itu.
Kita tidak pernah tahu, dibalik musibah yang menimpa kita maka akan dipertemukannya kita dengan orang sebaik Ibu dan Pak Tatang. Salah satu yang saya dapatkan saat di perjalanan yaitu, masih adanya orang yang perduli dengan dua orang anak muda yang belum mereka kenal sama sekali. Dan itu sangat mengetuk mata hati saya dan teman saya, antara terharu dan masih belum percaya. Ya, beruntungnya saya tinggal di Indonesia dengan pancasilanya. Ternyata, sebelumnya Pak Tatang sudah pernah ke Curug Ciherang. Ia menceritakan bagaimana keadaan serta suasana di sana kepada kami. Ia juga membebaskan kami ingin pulang atau melanjutkan perjalanan saja, dan menyarankan untuk ke puskesmas terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.
Seusainya makan, kami pun berniat untuk melanjutkan perjalanan kembali untuk ke Ciherang. Sebelum kami berpisah dengan Ibu dan Pak Tatang, kami mengucapkan banyak terimakasih untuk kepeduliannya. Dan Ibu berkata "Iya sama-sama, kita ga tau kan kalau kita bertemu kembali dalam keadaan yang bagaimana. Siapa tau ibu nanti yang main ke daerah kalian.". Benar sekali apa yang Ibu katakan. Berbuat baiklah kepada siapapun, kita tidak pernah tahu perbuatan baik mana yang akan mengantarkan kita kepada keberuntungan.
Logistik Yang Mesti Dibawa
Kami pun melanjutkan perjalanan kembali dengan kadar hati-hati yang lebih dari sebelumnya. Setelah beberapa kilo meter berkendara, kami menemui pasar dan berhenti di pasar tersebut untuk membeli perban, betadine, revanole, kapas, dan gunting untuk luka di lutut kanan saya. Menyusuri pasar dengan celana bolong di bagian lutut sebelah kanan membuat setiap mata menatap saya dengan heran dan bertanya-tanya, "Neng habis jatuh?" dan saya hanya menjawab "Iya". Setelah perlengkapan P3K tersebut di tangan saya, kami berhenti di salah satu toko celana untuk membeli training yang akan saya pakai sekalian melingkarkan perban pada lutut kanan saya.
Dari kejadian ini, saya sadar bahwa kita tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita saat traveling. Akan lebih baik membawa perlengkapan P3K seperti perban, betadine, revavole, kapas, gunting kecil. Untuk menjaga-jaga jika terjadi cedera pada bagian tubuh kita. Oh ya, jangan lupa juga untuk selalu membawa jas hujan. Dan waterproof HP, ga mau kan sepulangnya traveling HP jadi rusak karena terkena air hujan?.
Perban sudah melingkar, celana sudah terganti dan kami pun melanjutkan perjalanan kembali. Desa demi desanya kami lewati dengan penuh kehati-hatian dan mengucap rasa syukur karena dapat melihat keindahan ciptaan Tuhan. Kira-kira dua kilo meter sebelum tiba di pintu masuk Curug Ciherang, kami melewati jalanan yang sangat menanjak dan berbatu, motor yang kami kendarai tidak mampu untuk menanjak setinggi jalan itu. Dan saya akhirnya turun dan mendorong motor bersama seorang anak kecil yang menerima bayaran untuk membantu mendorong motor kami. Jalan itu pun berhasil kami lewati dan tentunya karena bantuan anak kecil yang kira-kira berusia sembilan tahunan itu. Hingga akhirnya kami tiba di depan pintu masuk Curug Ciherang, sungguh rasa syukur tiada hentinya bergumam di dalam hati. Rasa sakit karena jatuh sudah tidak terasa.
Lokasi Curug Ciherang
Lokasi loket pembayaran tiket masuk kurang lebih 300M dari plang yang bertuliskan lokasi wisata seperti di atas. Sebelum kami tiba di loket pembayaran, pemandangan indah sudah dapat kami lihat dari ketinggian Ciherang. Beberapa wisatawan mengambil foto terlebih dahulu di sana, termasuk saya yang berfoto seperti gambar di bawah ini.
Bagaimana? Indahkan?! Setelah puas mengambil foto, kami pun melanjutkan perjalanan kembali untuk benar-benar sampai di Curug Ciherang. Selanjutnya kami membayar tiket masuk untuk dua orang plus parkir motor yaitu 35ribu. Setelah tiket ditangan kami, kami mencari-cari tempat parkir motor. Lumayan jauh jarak antara parkir motor dengan loket penjualan tiket masuk, sebelumnya kami diperlihatkan tempat penginapan jika ingin menginap di sana, bentuk villanya cukup unik seperti rumah teletubbies. Setelah melewati villa tersebut kami dihadapkan dengan jalan yang berbatu sehingga mesti ekstra hati-hati dan memerlukan energi lebih dalam berkendara. Seperti pada sebagian video di bawah ini.
Setelah melewati kurang lebih satu kilo meter jalan berbatuan, akhirnya kami sampai di tempat parkir motor. Terdapat beberapa petugas yang akan mengarahkan kami untuk membantu memparkir sepeda motor. Setelah motor diparkir, kami menapaki jalan yang licin karena air hujan dengan sangat hati-hati. Rasa sakit pada lutut sebelah kanan sesekali menjerit untuk diistirahatkan, namun hati berkata ingin terus menikmati perjalanan ini. Lumayan jauh jarak antara tempat parkir dengan curug ciherang, dan sebelumnya kami melewati beberapa warung kopi terlebih dahulu. Lalu kami mesti menaiki anak-anak tangga yang terbuat dari berbatuan yang memang sengaja dibuat oleh pengelola wisata setempat untuk kenyamanan pengunjung.
Rumah Pohon Ciherang
Setelah beberapa meter menaiki anak tangga, kami disuguhkan rumah pohon Ciherang terlebih dahulu sebelum sampai di curugnya. Rumah pohon ini juga yang menjadi daya tarik pengunjung untuk mengunjungi Ciherang. Dengan jembatan berwarna coklat yang terbuat dari kayu untuk menghubungkan rumah pohon, dan pohonnya yang tinggi serta sangat rindang membuat rumah pohon Ciherang ini terlihat instgramable dan sayang untuk dilewatkan. Untuk dapat merasakan sensasi di atas rumah pohon ini, kalian cukup membayar 2ribu perorangnya untuk waktu 15 menit. Dengan harga segitu kalian sudah dapat berfoto sepuasnya dan menikmati pemandangan sekitar Ciherang karena keberadaan rumah pohon Ciherang ini yang terbilang tinggi. Oh ya, jika kalian datang berdua dan bingung ingin foto berdua dengan kamera belakang, tenang saja karena ada petugas rumah pohon yang bersedia membantu mengambil foto kalian berdua. Setelah melewati jembatan, kalian akan menaiki anak tangga terlebih dahulu untuk dapat berada benar-benar di atas rumah pohon Ciherang ini.
Keadaan Jalan dari Rumah Pohon Menuju Curug Ciherang
Setelah puas berfoto-foto dan menikmati pemandangan di atas curug ciherang, apa tujuan selanjutnya? Ya, Curug Ciherang. Sebenarnya kami ragu untuk melanjutkan perjalanan menuju curugnya, melihat kondisi kami yang seperti ini. Tapi sayang dong ya, kalau sudah jauh-jauh ke Ciherang tapi tidak merasakan dinginnya air terjun Ciherang. Itulah alasan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Ciherang, dengan cuaca yang saat itu sedang hujan. Sudah terlanjur basah, untuk apa takut basah, hajar terus bray. Kami hujan-hujanan menapaki anak-anak tangga berbatuan yang licin dan berlumut. Ada penjual jas hujan selang beberapa meter dari rumah pohon, dan kami memutuskan untuk membeli jas hujan itu dengan harga 15ribu. Lalu ada juga penjual waterproof untuk HP, tapi dengan sombongnya saya berpikir bahwa tidak usah memakai waterproof, HP saya kan bukan HP mahal jadi pasti tidak rusak jika terkena air hujan. Setelah jas hujan kami pakai, kami melanjutkan perjalanan kembali untuk sampai di Curug Ciherang. Setelah anak-anak tangga kami lewati, selanjutnya jalan bertanah liat yang kami lewati, beruntung tidak lengket tanahnya di sepatu saya, sehingga saya bisa berhati-hati dengan lebih mudah menyusuri jalan. Setelah melewati beberapa meter, terlihatlah air terjunnya yang sangat deras. Untuk dapat sampai ke curug, kami mesti melewati batu-batu kali besar yang berlumut.
Curug Ciherang
Akhirnya kami sampai di Curug Ciherang, derasnya air terjun Curug Ciherang karena cuaca sedang hujan, serta suasana hutan dengan pepohonan yang sangat rimbun, ditambah batu-batu kali alami yang berlumut, semakin menjadikan saya terkagum-kagum oleh ciptaan Tuhan. Suara turunnya hujan bersamaan dengan air terjun, membuat kami betah menikmati damainya Curug Ciherang, enggan untuk beranjak. Pastinya, kami sambil mengambil beberapa foto di air terjun Ciherang untuk mengabadikan momen terindah ini. Mengingat licinnya batu-batu kali yang berlumut dan terkena air hujan, kami senantiasa menjaga kehati-hatian saat melangkah. Senang boleh, tapi harus selalu hati-hati dan memperhatikan keadaan sekitar serta menjaga etika ya.
Ada yang kurang kalau belum menyentuh dinginnya air terjun ciherang, akhirnya setelah puas berfoto-foto kami pun mencuci tangan beserta muka dengan air terjun ciherang. Bagaimana rasanya? Wah sudah pasti adem banget, ada sensasi tersendiri saat mencuci muka. Pokoknya kalian harus merasakan langsung ya.
Sungguh seperti surga dunia berada di Curug Ciherang dengan cuaca yang sedang hujan dan tidak seramai hari libur. Kami sangat dapat menikmati keindahan Curug Ciherang, merasakan asrinya Ciherang, damainya keindahan Alam Indonesia melalui Ciherang. Sungguh saya bangga menjadi warga negara Indonesia dengan segala keindahan alamnya.
Nikmatilah keindahan alam Indonesia bagaikan surga dengan tak lupa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan seluruh alam semesta dengan segala keindahannya. Bersyukur juga berarti tetap menjaga kelestariannya.
Setelah kami melakukan pemilihan hak suara untuk Gubernur Banten (Karena tanggal merah kali ini dalam rangka sedang adanya pemilihan hak suara), kami pun berangkat dengan berkendara sepeda motor. Tidak banyak bekal yang saya bawa dari rumah bahkan baju ganti pun saya tidak bawa. Yang selalu saya bawa saat berpergian adalah air minum botol dari rumah, selebihnya saya pikir cukup beli di jalan saja.
Kami mulai menyusuri jalan dengan bersepeda motor dimulai dari Tangerang tempat kami tinggal, dengan menggunakan jaket, celana levis, serta sepatu bertali untuk menjaga keamanan kaki kami. Setibanya di daerah Serpong, kami mengisi bensin terlebih dahulu untuk bekal perjalanan bersepeda motor. Selang beberapa kilo meter dari tempat pengisian bensin, kami mampir ke toko untuk membeli bekal makanan selama perjalanan dan di tempat lokasi. Tapi kok malah bablas, kebanyakan beli makanannya yang membuat tas kami menjadi semakin berat.
Setelah itu, kami memasang GPS sebagai peta utama untuk melanjutkan perjalanan. Jujur, kami hanya bermodalkan GPS yang berarti belum tahu benar jalan yang akan kami telusuri. Daerah demi daerah kami lewati, sesekali juga kami bertanya kepada warga sekitar untuk memastikan kebenaran GPS. Cuaca saat itu diluar dugaan kami, gerimis kecil turun saat kami sedang berkendara, namun kami tetap melanjutkan perjalanan.
Entah kenapa saat ada rumah makan, kami berhenti seolah disuruh makan terlebih dahulu, namun firasat itu kami abaikan dan tetap melanjutkan perjalanan sambil merekam video selama perjalanan. Hingga saat di pertengahan jalan, kami melihat pemandangan hijau yang sangat menyejukkan, dan di sana kami berhenti untuk mengambil foto seperti di bawah ini.
Saya Masih memakai celana Levis, simak cerita selanjutnya ya. |
Keadaan Jalan Menuju Curug Ciherang
Setelah itu kami pun melanjutkan perjalanan kembali, ternyata jalan menuju Curug Ciherang sangat membutuhkan energi yang lebih. Jalan tidak seluruhnya mulus-mulus saja, masih terdapat jalan yang berlubang dan berbatuan dan jalan yang berlika-liku menanjak lalu turun, yang mengharuskan kami untuk lebih berhati-hati dalam berkendara apalagi menggunakan sepeda motor. Ditambah lagi cuaca saat itu sedang mendung dan hujan yang membuat jalanan menjadi licin. Suasana di jalan tampak sepi, entah karena sedang hujan atau memang daerah menuju Curug Ciherang sepi penduduk.
Kejadian diluar dugaan terjadi pada kami di tengah perjalanan, kami terjatuh dari motor ke arah kanan motor saat melewati jalan menanjak dan berbelok yang terdapat berbatuan. Kami shock saat itu. Ada seorang ibu dan anaknya yang melintas di jalan itu melihat kami terjatuh, lalu membantu kami untuk bangun. Dengkul sebelah kanan saya terluka lumayan besar, dan jari tangan sebelah kanan saya lecet karena gesekan aspal, namun saya masih bisa menahan rasa sakit itu. Sedangkan teman saya terjadi luka dalam yang mengakibatkan memar pada bagian kaki. Saya dan teman saya down saat ibu yang menolong kami menyuruh untuk pulang saja, karena lumayan jauh untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Ciherang mesti melewati beberapa desa lagi. Saat itu saya dan teman saya hanya bisa diam dan ibu yang menolong kami pergi meninggalkan kami. Saya kesakitan memegang lutut yang terluka, hingga pada akhirnya ada seorang Ibu dan Bapak bersepeda motor yang sedang melintasi kami dan terketuk hatinya untuk berhenti dan menghampiri kami. Ibu itu bertanya "Kenapa neng?" kami menjawab "Habis jatuh buk" Ibu itu terkejut melihat luka di lutut saya, dan menyuruh kami untuk mengobati luka di warung makan dekat tempat kami terjatuh. Sesampainya di warung makan, ibu itu meminta air hangat untuk membersihkan luka saya dan teman saya. Setelah luka saya dibersihkan oleh Ibu, sang Bapak memberi kapas beserta betadine ke lutut kanan saya. Tidak hanya itu, seusainya kami diobati oleh ibu dan Pak Tatang yang merupakan nama sang Bapak, mereka membelikan kami makanan dan teh hangat di warung makan itu.
Kita tidak pernah tahu, dibalik musibah yang menimpa kita maka akan dipertemukannya kita dengan orang sebaik Ibu dan Pak Tatang. Salah satu yang saya dapatkan saat di perjalanan yaitu, masih adanya orang yang perduli dengan dua orang anak muda yang belum mereka kenal sama sekali. Dan itu sangat mengetuk mata hati saya dan teman saya, antara terharu dan masih belum percaya. Ya, beruntungnya saya tinggal di Indonesia dengan pancasilanya. Ternyata, sebelumnya Pak Tatang sudah pernah ke Curug Ciherang. Ia menceritakan bagaimana keadaan serta suasana di sana kepada kami. Ia juga membebaskan kami ingin pulang atau melanjutkan perjalanan saja, dan menyarankan untuk ke puskesmas terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.
Seusainya makan, kami pun berniat untuk melanjutkan perjalanan kembali untuk ke Ciherang. Sebelum kami berpisah dengan Ibu dan Pak Tatang, kami mengucapkan banyak terimakasih untuk kepeduliannya. Dan Ibu berkata "Iya sama-sama, kita ga tau kan kalau kita bertemu kembali dalam keadaan yang bagaimana. Siapa tau ibu nanti yang main ke daerah kalian.". Benar sekali apa yang Ibu katakan. Berbuat baiklah kepada siapapun, kita tidak pernah tahu perbuatan baik mana yang akan mengantarkan kita kepada keberuntungan.
Logistik Yang Mesti Dibawa
Kami pun melanjutkan perjalanan kembali dengan kadar hati-hati yang lebih dari sebelumnya. Setelah beberapa kilo meter berkendara, kami menemui pasar dan berhenti di pasar tersebut untuk membeli perban, betadine, revanole, kapas, dan gunting untuk luka di lutut kanan saya. Menyusuri pasar dengan celana bolong di bagian lutut sebelah kanan membuat setiap mata menatap saya dengan heran dan bertanya-tanya, "Neng habis jatuh?" dan saya hanya menjawab "Iya". Setelah perlengkapan P3K tersebut di tangan saya, kami berhenti di salah satu toko celana untuk membeli training yang akan saya pakai sekalian melingkarkan perban pada lutut kanan saya.
Dari kejadian ini, saya sadar bahwa kita tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita saat traveling. Akan lebih baik membawa perlengkapan P3K seperti perban, betadine, revavole, kapas, gunting kecil. Untuk menjaga-jaga jika terjadi cedera pada bagian tubuh kita. Oh ya, jangan lupa juga untuk selalu membawa jas hujan. Dan waterproof HP, ga mau kan sepulangnya traveling HP jadi rusak karena terkena air hujan?.
Perban sudah melingkar, celana sudah terganti dan kami pun melanjutkan perjalanan kembali. Desa demi desanya kami lewati dengan penuh kehati-hatian dan mengucap rasa syukur karena dapat melihat keindahan ciptaan Tuhan. Kira-kira dua kilo meter sebelum tiba di pintu masuk Curug Ciherang, kami melewati jalanan yang sangat menanjak dan berbatu, motor yang kami kendarai tidak mampu untuk menanjak setinggi jalan itu. Dan saya akhirnya turun dan mendorong motor bersama seorang anak kecil yang menerima bayaran untuk membantu mendorong motor kami. Jalan itu pun berhasil kami lewati dan tentunya karena bantuan anak kecil yang kira-kira berusia sembilan tahunan itu. Hingga akhirnya kami tiba di depan pintu masuk Curug Ciherang, sungguh rasa syukur tiada hentinya bergumam di dalam hati. Rasa sakit karena jatuh sudah tidak terasa.
Lokasi Curug Ciherang
Lokasi loket pembayaran tiket masuk kurang lebih 300M dari plang yang bertuliskan lokasi wisata seperti di atas. Sebelum kami tiba di loket pembayaran, pemandangan indah sudah dapat kami lihat dari ketinggian Ciherang. Beberapa wisatawan mengambil foto terlebih dahulu di sana, termasuk saya yang berfoto seperti gambar di bawah ini.
Setelah jatuh, sudah ganti training |
Rumah Pohon Ciherang
Setelah beberapa meter menaiki anak tangga, kami disuguhkan rumah pohon Ciherang terlebih dahulu sebelum sampai di curugnya. Rumah pohon ini juga yang menjadi daya tarik pengunjung untuk mengunjungi Ciherang. Dengan jembatan berwarna coklat yang terbuat dari kayu untuk menghubungkan rumah pohon, dan pohonnya yang tinggi serta sangat rindang membuat rumah pohon Ciherang ini terlihat instgramable dan sayang untuk dilewatkan. Untuk dapat merasakan sensasi di atas rumah pohon ini, kalian cukup membayar 2ribu perorangnya untuk waktu 15 menit. Dengan harga segitu kalian sudah dapat berfoto sepuasnya dan menikmati pemandangan sekitar Ciherang karena keberadaan rumah pohon Ciherang ini yang terbilang tinggi. Oh ya, jika kalian datang berdua dan bingung ingin foto berdua dengan kamera belakang, tenang saja karena ada petugas rumah pohon yang bersedia membantu mengambil foto kalian berdua. Setelah melewati jembatan, kalian akan menaiki anak tangga terlebih dahulu untuk dapat berada benar-benar di atas rumah pohon Ciherang ini.
Keadaan Jembatan Rumah Pohon Ciherang. Hasil foto petugas rumah pohon Ciherang |
Saat di Atas Rumah Pohon Ciherang |
Setelah puas berfoto-foto dan menikmati pemandangan di atas curug ciherang, apa tujuan selanjutnya? Ya, Curug Ciherang. Sebenarnya kami ragu untuk melanjutkan perjalanan menuju curugnya, melihat kondisi kami yang seperti ini. Tapi sayang dong ya, kalau sudah jauh-jauh ke Ciherang tapi tidak merasakan dinginnya air terjun Ciherang. Itulah alasan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Ciherang, dengan cuaca yang saat itu sedang hujan. Sudah terlanjur basah, untuk apa takut basah, hajar terus bray. Kami hujan-hujanan menapaki anak-anak tangga berbatuan yang licin dan berlumut. Ada penjual jas hujan selang beberapa meter dari rumah pohon, dan kami memutuskan untuk membeli jas hujan itu dengan harga 15ribu. Lalu ada juga penjual waterproof untuk HP, tapi dengan sombongnya saya berpikir bahwa tidak usah memakai waterproof, HP saya kan bukan HP mahal jadi pasti tidak rusak jika terkena air hujan. Setelah jas hujan kami pakai, kami melanjutkan perjalanan kembali untuk sampai di Curug Ciherang. Setelah anak-anak tangga kami lewati, selanjutnya jalan bertanah liat yang kami lewati, beruntung tidak lengket tanahnya di sepatu saya, sehingga saya bisa berhati-hati dengan lebih mudah menyusuri jalan. Setelah melewati beberapa meter, terlihatlah air terjunnya yang sangat deras. Untuk dapat sampai ke curug, kami mesti melewati batu-batu kali besar yang berlumut.
Keadaan Jalan dari Rumah Pohon Menuju Curug Ciherang |
Curug Ciherang
Akhirnya kami sampai di Curug Ciherang, derasnya air terjun Curug Ciherang karena cuaca sedang hujan, serta suasana hutan dengan pepohonan yang sangat rimbun, ditambah batu-batu kali alami yang berlumut, semakin menjadikan saya terkagum-kagum oleh ciptaan Tuhan. Suara turunnya hujan bersamaan dengan air terjun, membuat kami betah menikmati damainya Curug Ciherang, enggan untuk beranjak. Pastinya, kami sambil mengambil beberapa foto di air terjun Ciherang untuk mengabadikan momen terindah ini. Mengingat licinnya batu-batu kali yang berlumut dan terkena air hujan, kami senantiasa menjaga kehati-hatian saat melangkah. Senang boleh, tapi harus selalu hati-hati dan memperhatikan keadaan sekitar serta menjaga etika ya.
Derasnya air terjun curug ciherang |
Senangnya hati menikmati Curug Ciherang |
Menapaki berbatuan kali |
Ada yang kurang kalau belum menyentuh dinginnya air terjun ciherang, akhirnya setelah puas berfoto-foto kami pun mencuci tangan beserta muka dengan air terjun ciherang. Bagaimana rasanya? Wah sudah pasti adem banget, ada sensasi tersendiri saat mencuci muka. Pokoknya kalian harus merasakan langsung ya.
Sungguh seperti surga dunia berada di Curug Ciherang dengan cuaca yang sedang hujan dan tidak seramai hari libur. Kami sangat dapat menikmati keindahan Curug Ciherang, merasakan asrinya Ciherang, damainya keindahan Alam Indonesia melalui Ciherang. Sungguh saya bangga menjadi warga negara Indonesia dengan segala keindahan alamnya.
Nikmatilah keindahan alam Indonesia bagaikan surga dengan tak lupa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan seluruh alam semesta dengan segala keindahannya. Bersyukur juga berarti tetap menjaga kelestariannya.
"Setiap tempat maupun perjalanan di kehidupan ini mempunyai pesan dan kesan dari Tuhan Yang Maha Esa"
Wow Dyah,,,baca tulisan Dyah seolah olah aku ikutan masuk di dalamnya. Good artikel Dyah
BalasHapus