Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta
Senin, 24 Oktober 2022
1 Comment
Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta - Readers, berbicara soal disabilitas dan kusta, masih ada stigma soal disabilitas dan kusta yang menyebabkan penyandang kurang mempunyai kesempatan dalam berperan di lingkungannya, sehingga terhambat dalam memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Padahal umumnya setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam perannya di masyarakat. Yang cukup menyita perhatian Ogut perihal stigma yang masih ada selama ini adalah pertanyaan, "Bagaimana dengan kebutuhan pendidikan bagi anak dengan disabilitas dan kusta?".
Disabilitas dan Kusta di Indonesia
Readers, saat ini Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Data dari WHO 2020 menunjukkan Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 terbesar di dunia dengan jumlah kasus berkisar 8% dari kasus dunia.
Hingga saat ini, diketahui masih banyak kantong-kantong kusta di berbagai wilayah di Indonesia. Sebanyak 9.061 kasus baru kusta ditemukan di Indonesia, termasuk kasus baru kusta pada anak. Per 13 Januari 2021 lalu, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 %. Angka ini belum mencapai target pemerintah yaitu di bawah 5%.
Sama halnya dengan penyandang disabilitas dewasa baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lainnya, demikian pula dengan anak dengan disabilitas dan kusta masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi.
Terlebih pada anak, salah satu hambatan terbesarnya yaitu banyaknya anak penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan dan perlakuan yang salah, baik dalam hal pendidikan hingga lingkungan sosialnya. Dengan keterbatasan yang dimiliki anak dengan disabilitas dan kusta, perlu adanya komitmen seluruh pihak untuk memastikan anak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang baik. Memastikan tumbuh kembangnya berjalan dengan optimal, memiliki masa depan yang baik, tidak lagi dibedakan dengan anak non disabilitas lainnya, dan mendapatkan hak pendidikan yang inklusif.
Lalu, bagaimana upaya pemenuhan hak dan pendidikan yang inklusif pada anak dengan disabilitas dan kusta dapat segera terwujud? Apa saja upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam pemenuhan hak pendidikan bagi anak dengan disabilitas dan kusta sejauh ini?
Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta
Readers, semua pertanyaan di atas menjadi pembahasan dalam live streaming kemarin Jum'at 21 Oktober 2022, Ogut simak di Channel YouTube Berita KBR diadakan oleh Ruang Publik KBR bekerja sama dengan NLR Indonesia dengan pemandu Rizal Wijaya, berlangsung selama satu jam menghadirkan narasumber :
1. Fransiskus Borgias Patut - Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat
2. Anselmus Gabies Kartono - Yayasan Kita Juga (Sankita)
3. Ignas Carly- Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat (Testimoni Disabilitas)
Diadakannya Pendidikan Inklusif di SDN Rangga Watu Manggarai Barat
Di Kabupaten Manggarai Barat terdata banyak sekali siswa/siswi atau kategori anak sekolah yang dikategorikan sebagai siswa/siswi berkebutuhan khusus, namun untuk Sekolah Berkebutuhan Khusus masih kurang, dan untuk jarak tempuh yang mesti dilalui dari kampung menuju Sekolah Luar Biasa sangatlah jauh.
Hal ini yang mendorong SDN Rangga Watu untuk menyelengarakan pendidikan inklusif. Mengingat sekolah ini sudah lama bermitra dengan Yayasan Kita Juga (Sankita).
Yayasan Kita Juga (Sankita) merupakan salah satu organisasi yang bergerak di pemberdayaan penyandang disabilitas di Kabupaten Manggarai Barat. Yayasan Sankita menggunakan metode strategi rehabilitasi bersumber daya masyarakat. Berdiri di Manggarai Barat sejak tahun 2007, tapi menjadi yayasannya sejak tahun 2014.
Yayasan Sankita mendorong SDN Rangga Watu menyelenggarakan pendidikan inklusif, sehingga pada 2017 pemerintah menerbitkan SK Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di SDN Rangga Watu. Saat ini jumlah siswa/siswi disabilitas di SDN Rangga Watu berjumlah 7 orang.
Yang melatar belakangi Yayasan Sankita tertarik mengadakan pendidikan inklusif karena banyak hal yang ditemukan ketika berkunjung. Banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang putus sekolah, banyak anak yang sudah memasuki usia sekolah tapi tidak didaftarkan oleh keluarga/sekolah menolaknya karena di sekolah banyak sumber daya yang belum tersedia untuk mendukung pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Baik dari kesiapan guru maupun sarana fisik yang belum tersedia. Sehingga penting bagi Yayasan Sankita untuk mempromosikan pendidikan inklusif.
Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Yang menjadi kendala pada sekolah reguler untuk menerapkan Pendidikan Inklusif adalah tenaga pengajar/pembimbingnya masih kurang, karena siswa/siswi ABK harus diajari secara khusus oleh pengajar yang sudah mengetahui penanganannya. Sehingga belum maksimal dalam menjalankan pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak termasuk anak disabilitas.
Beruntungnya SDN Rangga Watu sudah bermitra dengan Yayasan Sankita sehingga bisa meningkatkan kapasitas para gurunya. Setelah disosialisasikan, berikut pelatihan untuk para pengajar :
- Mengidentifikasi dan mengassesment anak berkebutuhan khusus. Dengan tujuan agar pengajar tahu dan mengenal anak berkebutuhan khusus. Apa saja jenis-jenisnya, apa sih permasalahan yang dialami, dan apa saja kebutuhannya. Setelah itu ditemui dan diketahui oleh tenaga pengajar.
- Nah setelah itu pengajar bisa membuat perencanaan dan strategi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.
SDN Rangga Watu ini bisa menjadi contoh bagi sekolah reguler lainnya untuk mengadakan Pendidikan Inklusif, agar siswa/siswi dengan Disabilitas dan Kusta mendapatkan haknya dalam pendidikan. Mengingat, masih jarang terdapat Sekolah Berkebutuhan Khusus di wilayah-wilayah.
Ignas Carly - Siswa Kelas 5 SDN Rangga Watu Manggarai Barat
Pada acara ini juga hadir Ignas Carly yang merupakan siswa dengan disabilitas yang kini duduk di kelas 5 SD di SDN Rangga Watu Manggarai Barat. Yang mengajak Ignas bersekolah di SDN Rangga Watu adalah orang tuanya.
Berdasarkan pengalamnnya bersekolah di sekolah reguler yang menerapkan pendidikan inklusif, pada awal-awal masuk sekolah ia sempat dihadapi dengan kondisi yang tidak enak/ didiskriminasi oleh temannya. Namun kondisi itu tidak berlangsung lama, setelah itu Ignas bisa belajar dan bergaul dengan teman-teman sebayanya di sekolah dengan aman dan nyaman.
Ignas juga bercerita bahwa perlakuan gurunya kepada semua murid adalah sama, sehingga Ignas tidak merasa berbeda dengan yang lainnya. Ignas mempunyai guru favorit yang menurutnya guru tersebut lucu.
Ignas merupakan salah satu murid disabilitas yang mempunyai semangat belajar luar biasa, berkat didorong oleh lingkungan sekolah yang mendukung, Ignas mendapatkan kesempatan yang sama seperti yang lainnya.
Acara ini ditutup dengan penuturan dari Anselmus Gabies Kartono - Yayasan Kita Juga (Sankita), "Semua anak memiliki hak mendapatkan pendidikan. Penyandang disabilitas dan kusta punya hak yang sama dalam berbagai aktivitas dan pendidikan di Indonesia. Daftarkan anak ke sekolah reguler agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang sama dengan anak non disabilitas. Apalagi jika akses pendidikan SLB tidak ada atau akses layanan tidak terjangkau, maka daftarkan anak ke sekolah reguler."
Apalagi ada UU No. 8 tahun 2018 dan PP No.13 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas, maka hak ini harus diambil oleh seluruh anak disabilitas untuk masa depan yang lebih cerah.
Semoga dengan adanya acara ini menambah kontribusi dari berbagai pihak, bahwa kita semua berhak mendapatkan kesempatan yang sama tanpa ada pembatasan.
Penyandang disabilitas dan kusta sering banget dikucilkan di lingkungannya bahkan dipandang sebelah mata sehingga sulit bagi mereka berbaur seperti orang normal lainnya. Padahal mereka juga punya hak yang sama dengan kita, terima kasih informasinya!
BalasHapus